Perbedaan Kreatif dan Rekreatif
Perbedaan Kreatif dan Rekreatif - Beberapa hari lalu, Mas Joko Sutarto sempat mengulas tips-tips menulis untuk membongkar hambatan paceklik ide terutama dalam menulis posting di blog. Tulisan tersebut kemudian ia sambung dengan posting lain yang mengajak kita lebih kreatif dalam menulis dengan menggali dan mengembangkan cetusan-cetusan ide yang diperoleh dari kegiatan membaca.
Setelah memabaca kedua tulisan inspiratif Mas Joko tersebut, saya jadi membayangkan apakah ada sentuhan-sentuhan kreatifitas pada pekerjaan-pekerjaan lain yang kita lakukan: menjahit kreatif; memasak kreatif; atau tidur kreatif (lol).
Setiap mendengar kata kreatif, pikiran saya selalu terasosiasi dengan istilah rekreatif. Dari segi etimologis, keduanya memang masih bersaudara. Tapi dalam bahasa Indonesia, istilah kreatif secara sederhana diartikan sebagai daya mencipta, adapun rekreatif erat kaitannya dengan hiburan atau tamasya. Sekilas keduanya tidak berhubungan. Tapi kalao kita perhatikan lebih jauh, ada jalinan erat antara menjadi kreatif dan menghibur diri dengan berekreasi.
Ketika Anda pergi ke tempat-tempat rekreasi, maka dipastikan Anda sedang mencari hiburan. Kecuali tentu saja kalau Anda seorang polisi yang sedang mengejar teroris (lol). Mencari hiburan berarti melepas kepenatan atau kesedihan, karena hidup terlalu singkat untuk dibuat stressfull. Melakukan rutintas bisa membuat stress. Jika dilakukan terus-menerus tanpa rehat, hasilnya bisa jauh dari efektif dan efisien kata Stephen Covey dalam 7 Habits-nya. Dengan hiburan, biasanya otak akan kembali fresh dan siap melakukan tantangan. Dengan hiburan pula ide-ide kreatif kerap muncul dengan spontan.
Bobbi De Porter dalam bukunya, Quantum Learning, bahkan menganjurkan agar senantiasa menyelenggarakan “pesta” setiap kali sebuah keberhasilan (sekecil apapun) kita raih. Dengan “berpesta” kita bukan hanya menghargai usaha yang telah kita lakukan, namun juga untuk memastikan bahwa energi dan otak kita tidak diforsir habis-habisan; kencang di awal, loyo belakangan, dan akhirnya berhenti total di tengah jalan. Setiap jeda adalah penopang yang akan membuat tangga menuju keberhasilan lebih kokoh untuk dititi. Karena saya tidak punya cukup uang, daripada menyelenggarakan pesta saya biasa bersepeda mengitari kota suka-suka (kalau kata The Changcuters mah) setiap kali stress melanda atau selesai memosting tulisan.
Bagaimana pun kreatifnya seseorang, pasti ada saatnya dia mengalami hambatan kreatifitas. Di sinilah pentingnya rekreasi. Rekreasi tidak harus melulu pergi ke tempat hiburan, seperti halnya merasa terhibur tidak harus melulu menyaksikan lawakan Tukul Arwana. Bukankah kehadiran sang kekasih bisa memberikan hiburan tersendiri?
Bagi sementara kalangan, menulis bisa jadi hiburan. Konon bahkan menulis memiliki efek terapetis. Memang, dengan menulis kita bisa bebas melakukan apapun yang kita inginkan. Kita bisa telanjang, kita bisa jadi Spiderman, atau jalan-jalan ke akhirat. Kalo mau, kita juga bisa bercinta dengan Luna Maya atau mendamprat Roy Suryo dan O. C. Kaligis sekalian. hahaha...
Berbahagialah jika Anda menemukan hiburan dalam menulis. Selain tanpa biaya, rekreasi dengan menulis bisa dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu jam buka seperti di tempat-tempat hiburan pada umumnya.
Setiap kita pasti memiliki sisi kreatifitas masing-masing, meskipun terkadang tidak kita sadari. Seperti halnya bernafas, kreatifitas adalah bagian dari diri kita sendiri. Apabila Anda merasa tidak kreatif, maka yakinlah bahwa sebenarnya Anda kreatif. Jika Anda bersikeras merasa tidak kreatif, maka carilah hiburan!
Bay de wey, saya sudah seperti Mario Teguh belum, ya?